Sudah
sampaikah berita kepada Anda tentang tabi'in yang agung ini? Seorang
pemuda yang terkumpul pada dirinya pujian dari segala sisi, tak satupun
pujian luput darinya.
Ayahanda beliau adalah Muhammad bin Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Ibunya adalah puteri Yazdajir, raja Persia yang terakhir.
Sedangkan bibinya dari pihak ayah adalah Aisyah Rodhiallahu 'anha,
Ummul Mukminin. Di samping itu, di atas kepalanya telah bertengger
mahkota takwa dan ilmu. Adakah Anda masih mengira ada kemenangan yang
lebih tinggi dari kemenangan yang semua orang bersaing dan berlomba
mendapatkannya ini?
Dialah
Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, satu dari tujuh fuqaha
Madinah, yang paling utama ilmunya pada zamannya, paling tajam
kecerdasan otaknya dan paling bagus sifat wara' nya. Marilah kita buka
lembaran hidupnya dari awal.
Al-Qasim bin Muhammad lahir pada akhir masa khilafah Utsman bin Affan Rodhiallahu 'anhu.
Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya anak ini, badai fitnah semakin
dahsyat menerpa kaum muslimin. Hingga me ngakibatkan terbunuhnya
khalifah yang zuhud, ahli ibadah, Dzun Nurain Utsman bin Affan sebagai
syuhada, sedangkan Al-Qur'an ber ada dalam dekapannya
Suatu hari
beliau memakaikan baju berwarna putih untuk kami. Kemudian aku
didudukkan di pangkuannya yang satu sedang adikku di pangkuan yang lain.
Paman Abdurrahman datang atas undangan nya. Lalu bibi Aisyiah mulai
berbicara, beliau mulai dengan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
sungguh aku belum pernah mendengar sebelum dan sesudahnya seorangpun
baik laki-laki ataupun perempuan yang lebih fasih lisannya dan lebih
bagus tutur katanya dari beliau. Beliau berkata kepada paman: "Wahai
saudaraku, aku melihat sepertinya Anda menjauh dari saya sejak saya
mengambil dan merawat kedua anak ini. Demi Allah saya melakukannya bukan
karena lancang kepada Anda, bukan karena saya menaruh buruk sangka
kepada Anda dan bukan pula lantaran saya tidak percaya bahwa Anda dapat
memenu hi hak keduanya. Hanya saja Anda memiliki istri lebih dari satu,
se dangkan ketika itu kedua anak kecil ini belum bisa mengurus dirinya
sendiri. Maka saya khawatir jika keduanya dalam keadaan yang tidak
disukai dan tidak sedap dalam pandangan istri-istrimu. Sehingga saya
merasa lebih berhak untuk memenuhi hak keduanya ketika itu. Namun
sekarang keduanya sudah beranjak remaja dan telah mampu mengurus dirinya
sendiri, maka bawalah mereka dan aku serahkan tanggung jawabnya kepada
Anda." Begitulah, akhirnya pamanku Abdurrahman memboyong kami ke
rumahnya.
Hanya saja, hati anak keturunan Abu Bakar ini masih terpaut de ngan rumah bibinya, Aisyah Rodhiallahu 'anha.
Rindu terhadap lantai rumah yang bercampur dengan kesejukan nubuwat.
Dia berkembang dan ter pelihara oleh perawatan pemilik rumah itu, dia
kenyang dalam kasih sayangnya. Oleh sebab itu, dia membagi waktunya
antara rumah bibi dan rumah pamannya.
Rumah bibinya betul-betul
berkesan di hatinya. Lingkungan yang sejuk itu menghidupkan sanubari
selama hayatnya. Simaklah kesan- kesan yang melekat di hatinya:
"Suatu hari aku berkata kepada bibiku Aisyah Rodhiallahu 'anha: "Wahai ibu, tunjukkan kepadaku kubur Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam dan kedua sahabatnya, aku ingin sekali melihatnya."
Tiga
kubur itu berada di dalam rumahnya, ditutup dengan sesuatu untuk
menghalangi pandangan. Beliau memperlihatkan untuk kami tiga buah makam
yang tidak digundukkan dan tidak pula dicekung kan. Ketiganya ditaburi
kerikil merah seperti yang ditaburkan di halaman masjid. Saya bertanya:
"Yang mana makam Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasallam?"
Beliau menunjuk salah satu darinya: "Ini." Bersamaan dengan itu, dua
butir air mata bergulir di pipinya, tetapi segera di sekanya agar aku
tak melihatnya. Makam Nabi Sholallahu 'alaihi wasallam itu agak lebih maju dari makam ke dua sahabatnya.
Saya bertanya lagi: "Lalu yang mana makam kakekku, Abu Bakar?"
Sambil
menunjuk satu kubur beliau berkata: "Yang ini." Kulihat ma kam kakekku
sejajar dengan letak bahu Rasulullah. Aku berkata: "Yang ini makam
Umar?" Beliau menjawab: "Benar."
Aku melihat letak kepala Umar sejajar dengan jari-jari kakekku, dekat dengan arah kaki Nabi Sholallahu 'alaihi wasallam."
Sumber: Shuwaru min Hayati At-Tabi'in/kisahislam.com
Kisah Islami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar